Friday, June 13, 2008

Pembagian Komisi Dalam Gereja = Developmental Psychology?

bila dilihat dari pembagian komisi di dalam gereja,
tampaknya mirip sekali dengan pembagian di dalam
konsep psikologi perkembangan yang sekarang ada. ada
komisi anak, ada komisi remaja, ada komisi pemuda, ada
komisi pemuda senior, ada komisi lansia.
pertanyaannya adalah apakah memang pembagian tsb
menuruti teori psikologi perkembangan ataukah memang
adalah pembagian yang seharusnya? di dalam dunia
psikologi, semua perbedaan berusaha dibagi2 menurut
konteks perkembangan manusia (jiwa dan fisik).
mungkin saja pembagian tersebut adalah benar secara
natural, tetapi pertanyaannya adalah apakah akibat
implementasi pembagian itu di dalam kehidupan
bergereja?

mari coba berpikir sejenak, ambil contoh kebaktian.
apakah dampak pembagian tsb di dalam praktek kebaktian
tiap hari minggu? anak2 masuk sekolah minggu, orang
dewasa pergi ke kebaktian umum, remaja ke kebaktian
remaja, pemuda ke kebaktian pemuda. jika direnungkan,
alasan yang paling kuat adalah masalah "kebutuhan"
yang berbeda antara masing2 segmen. anak2 dianggap
tidak bisa mengikuti ke-rigid-an liturgi kebaktian
umum karena itu perlu dipisahkan. remaja dianggap
punya selera yang berbeda dari pemuda sehingga juga
perlu dipisahkan. lebih jauh lagi, anak2 dianggap
"mengganggu" ibadah orang dewasa karena itu lebih baik
"dititipkan" ke penitipan atau ke sekolah minggu.
mengapa? karena secara natur anak2 memiliki tingkat
konsentrasi yang sangat rendah, disamping
ketidakmampuan anak2 mengontrol diri diam dalam waktu
lebih dari 5 menit. yang lebih kuat lagi adalah
alasan bahwa anak2 tidak akan mengerti apa yang
disampaikan di dalam khotbah kebaktian dewasa. hmm,
masuk akal. TETAPI, coba pikirkan efeknya.
mungkinkah pembagian itu menimbulkan perpecahan di
dalam kehidupan bergereja? mungkinkah perbedaan
konteks dan kondisi masing2 segmen makin dipertajam
melalui pembagian2 yang dijalankan? mungkinkah
pembagian2 tsb berfungsi sebagai tools untuk supaya
masing2 segmen dapat sebebas2nya bertingkah laku di
wilayahnya masing2/alias "egois" untuk wilayah
masing2? hmm, what do you think?

jika dilihat dari pembagian2 yang ada, kelihatannya
gereja menjadi mirip dengan sekolah. sekolah dibagi2
menjadi playgroup, tk, sd, smp, sma, universitas.
hmm, apa betul gereja harus mirip sekolah? apa betul
gereja harus mengikuti pembagian2 ala developmental
psychology? apakah betul gereja perlu dibagi2
sedemikian? apakah alasannya ada pada "convenience"?
atau ada pada "necessity"? kalau hanya convenience
maka not good enough reason. tetapi jika necessity,
maka harus. sekarang permasalahannya adalah pada
penelusuran kebenaran apakah pembagian tersebut
berdasar kepada necessity.

jika dijawab ya karena necessity, necessity of nature.
karena ada natural difference antara tiap level
perkembangan psikologis manusia. mungkin jawabannya
benar secara psikologis, tetapi bagaimana dengan
sociological necessity? bukankah anak2 membutuhkan
orang dewasa, kakak2 remaja, pemuda, dan juga orang
tua di dalam perkembangan diri mereka secara utuh?
demikian juga orang dewasa membutuhkan anak2 baik yang
balita, pra remaja, remaja, pemuda, dan juga lansia,
dst dst. jika demikian, lantas bagaimana memenuhi
sociological necessity yang memang dibutuhkan oleh
manusia? oh, mungkin jawabnya adalah sociological
necessity dipenuhi di dalam lingkup wilayah setiap
segmen. yang mana anak2 ketemu anak2, remaja ketemu
remaja, pemuda ketemu pemuda, dst. tetapi bukankah
pemenuhan itu hanya sebagian saja, bukankah manusia
juga perlu bersosialisasi dengan orang yang berbeda
level psikologi perkembangan juga?

kelihatan ada tension antara psychological dan
sociological aspects manusia. dan kelihatannya gereja
menyikapi tension ini dengan memilih psychological
aspect over sociological aspect. mengapa?
convenience? necessity? what necessity?

sekali lagi, coba kita pikirkan mengapa sih terjadi
pembagian2 di dalam gereja. apakah pembagian2
tersebut memberi efek positif atau malah memberi efek
negatif? mari kita ingat bahwa diri manusia itu tidak
terpisah2, tetapi adalah coherent whole. ada aspek2
yang bisa dibedakan, seperti psychological atau
sociological. tetapi bukankah necessity yang lebih
besar dari necessity tiap aspek adalah necessity
secara holistic? bagaimanakah mencapai
balance/harmony mungkin adalah titik terang dari
masalah tension ini.

No comments: